Jangan Marahi Aku Ibu
Cerpen: Guswita
Cerahnya pagi dengan sinar mentari di ufuk timur. Seiring suitan burung bersahutan menyongsong hari. Jeni dan Wili sangat gembira, seakan mengikuti irama pagi hari yang memberikan harapan bagi semua makhluk Tuhan. Pagi ini keluarga mereka akan pergi rekreasi. Ya, pergi berekreasi keliling Sumbar bersama seluruh keluarga besar mereka.
Persiapan demi persiapan sudah dilakukan sejak satu hari sebelumnya. Beberapa batang tebu yang cukup panjang sudah bersadar di dinding dapur untuk dieksekusi. Daun pisang yang sudah didiangpun juga sudah bersandar di dekat batang tebu. Ibu begitu cekatan dalam mempersiapkan segalanya. Singgang ikan sawahpun sudah menusuk hidung. Galon berisi air juga sudah dipersiapkan ayah. Kesempurnaan dalam perjalanan sangat diperhatikan ayah dan ibu.
Jeni adalah anak sulung Pak Ramlah dan Bu Sari. Sedangkan Wili adalah anak kedua. Rencana untuk pergi rekreasi sudah lama dirancang oleh Nana, adiknya Pak Ramlah bersama Salman suaminya. Setiap tahun, sebelum masuk bulan Ramadhan, selalu diagendakan untuk pergi rekreasi. Namun selama ini keluarga Pak Ramlah sendiri belum bisa bergabung karena kesibukan yang luar biasa.
Satu bus pariwisata yang sangat panjang dalam penglihatan Jeni dan Wili, sudah tiba di persimpangan. Kakak beradik itu tercengang-cengang melihat bus tersebut. Hampir sama pula tercengang mereka seperti melihat pesawat terbang melintas di udara. Seketika suasana menjadi ramai. Semua famili yang akan ikut berwisata pagi itu sudah berada di sekitar mobil. Tidak ketinggalan bekal mereka masing-masing. Nampak Semua perlengkapan dan bekal dinaikkan ke dalam bus pariwisata.
Salman dan Nana sebagai penanggung jawab perjalanan segera memberikan aba-aba. Semua penumpang yang mau berangkat rekreasi pagi itu segera menaiki bus. Mereka mencari tempat duduk yang nyaman. Bus pariwisata itu terasa luas sekali bagi Jeni dan Wili. Maklum mereka masih kecil. Jeni baru berusia tujuh tahun sedangkan Wili baru empat tahun.
Canda gurau orang-orang dewasa yang tak habis habisnya tidak terlalu dihiraukan Jeni dan Wili. Mereka berdua asyik menyaksikan pemandangan dari dalam bus. Bagi mereka ini adalah rekreasi pertama bersama keluarga besar. Beragam pemandangan dapat mereka lihat dari dalam bus. Sesekali mereka bermain teka-teki.
“Coba kakak cari tulisan MTI Canduang!” ujar Willi. Jeni segera melihat kiri dan kanan jalan dengan seksama.
“Itu….sebelah kiri dekat perempatan”. Jawab Jeni.
“Kakak benar. Sekarang giliran kakak”.
“Baik. Coba Willi cari tulisan Sate Kurnia!”
Willi melihat ke arah kiri dan kanan dengan gusar. Beberapa saat kemudia matanya bercahaya.
“Itu kak Jeni! itu tulisannya!”
“Benar dik!” Jawab Jeni.
Lama juga bus mereka melaju, akhirnya tiba di tempat tujuan pertama, yaitu Danau Kembar. Udaranya sangat dingin menusuk tulang. Semua turun dari bus sambil menggigil. Maklum danau kembar berada pada ketinggian. Ditambah lagi angin cukup kuat berhembus. Semua bergerak mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Bekalpun dibuka dan semua makan siang di sana. Cepat saja tubuh semuanya menyesuaikan diri. Jeni dan Wili sudah mulai bermain di area sekitar danau bersama anak anak lainnya
Sekitar pukul 14.00 WIB, perjalanan dilanjutkan kembali. Tawa canda karena gembira terlihat dari wajah semua penumpang. Salman dan Nina sebagai penanggung jawab, tampak puas melihat para penumpang gembira. Untuk berikutnya bus melaju menuju pantai Padang. Di sana direncanakan cukup lama untuk bermain-main sambil menunggu matahari terbenam.
Bus pun segera menepi. Ombak Muaro Lasak berkejaran tak henti-henti. Tikar yang cukup besar digelar di tepi pantai. Masing masing keluarga yang pergi sudah punya perlengkapan untuk duduk santai di pinggir pantai.
Jeni dan Wili begitu senang. Mereka bermain kejar-kejaran ke sana ke mari dengan anak-anak lainnya dari rombongan itu. Sesekali Pak Ramlah meneriaki mereka agar tidak jauh bermain. Jeni minta uang pada Bapak untuk membeli air sirup. Nampak beberapa anak rombongan sudah berada dekat penjual sirup tersebut .
“Hati-hati belanja dan segera kembali”. Kata Pak Ramlah pada kedua putrinya.
Jeni dan Wili berlari lari kecil menuju pedagang sirup tersebut.
“Om.., kami beli dua yang warna merah ya !”. Pinta Wili pada pedagang.
“Ini nak!”. Pedagang itu segera menyodorkan sirup berwarna merah, satu untuk Jeni dan satu untuk Wili.
“Terimakasih Om..”. Balas Wili sambil berlari lari kecil kembali menuju keluarganya yang sedang duduk di tepi pantai menunggu matahari terbenam.
Hari mulai sore. Bayang-bayang orange mulai terlihat dan semuanya begitu menikmati indahnya ciptaan Tuhan. Matahari yang begitu besar berlahan-lahan seperti terbenam ke dalam laut. Dan akhirnya menghilang. Sungguh keagungan yang tiada taranya.
Seiring dengan itu, sorepun mulai menghilang berganti malam. Malam yang seharusnya kelam. Namun tidak di pantai Padang itu. Lampu orang berjualan menerangi semuanya. Paman Salman memberi aba-aba kepada semua rombongan untuk segera menuju bus. Perjalanan akan segera di lanjutkan.
Suasana gaduh pun terdengar dari ibunya Wili.
“Mana Jeni ? mana Jeni…?” Tanya Ibu gusar pada Bapak dan juga Wili. Ternyata tidak ada yang menyadari ketiadaan Jeni dari sore tadi.
“Tadi Kak Jeni beli sirup sama Wili, Wili kira kakak juga berlari lari di belakang Wili kembali ke tepi pantai tadi. Wili tidak tahu dimana kakak Bu…. “. Jawab Wili kecil yang juga nampak cemas.
Semua orang dewasa mencari Jeni ke sana kemari. Namun Jeni tidak ada di mana mana. Paman Salman segera menghubungi kantor polisi terdekat.
“Jeni…..kamu di mana nak? kamu di mana sekarang?” Ibu menangis memanggil manggil Jeni.
“Sabar Bu Sari ! Insyaallah Jeni akan ketemu. Berdo’a lah kepada Allah SWT”. Hibur Bu Tati yang ikut dalam rombongan itu.
Bu Sari terus menangis mengenang nasib anak sulungnya yang entah di mana sekarang.
“Kenapa kamu tinggalkan kakakmu Wili? Kenapa…?”. Bu Sari mengguncang guncang tubuh Wili. Wili hanya bisa terdiam karena dia tidak tentu mau menjawab apa.
“Jangan dimarahi anak kecilmu itu…, apa yang dia tahu”. Kata Nenek kepada Ibu.
“Kita yang harus menjaga mereka bukan disalahkan pula”. Sambung nenek.
Wili tahu perasaan Ibunya yang sedang sedih. Dia juga sangat cemas dengan kakak nya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Wili hanya terdiam membisu. Dalam hatinya dia berdo’a semoga kakaknya segera ditemukan. Dalam hatinya ia mendesah.
“Kakak! Kamu dimana? Ya Allah…, semoga kak Jeni segera bisa ditemukan. Amin”. (*)
Tentang Penulis
Penulis bernama lengkap Guswita, S. Ag dilahirkan di Koto Tangah Simalanggang kecamatan Payakumbuh kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat pada 18 Agustus 1978. Pernah mengajar di MIN Parambahan Payakumbuh, juga di MAN 1 Payakumbuh, dan di MTS Lubuk Batingkok. Sekarang aktif mengajar di SMKN 2 Bukittinggi sejak 2002 sampai sekarang. Memiliki hobi menulis dan sudah mengikuti beberapa lomba menulis di Media Guru Indonesia sejak tahun 2020 dengan antologi yang dimiliki di antaranya; #Di Rumah Aja, Berani Mengajar Siap Belajar, Pejuang Literasi, The Power Of Kepekso. Juga ikut dalam penulisan antologi puisi bersama FLP dengan judul Sajak Insan Pada Tuhan. Pernah bergabung dalam antologi puisi bersama penulis se-ASEAN dengan judul antologi Laut dan Kembara Kata-Kata yang diterbitkan oleh Jazirah Sebelas bersama Dinas Pariwisata Kepulauan Riau. Sekarang juga aktif di FLP Sumbar. Buku tunggal fiksi yang sudah dilahirkan dengan judul Mentari Cerah di Ufuk Timur. Penulis juga aktif di media YouTube dengan chanel Guswita M Ramli Channel. Sebuah canel yang bermuatan beragam aktivitas pendidikan, kuliner, travelling, dan lainnya. Akun facebook Gus Wita, instagram guswita_4.
Mengubah Hal Sederhana Menjadi Bermakna dalam Tulisan
Oleh: Dara Layl
(Penulis dan Pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sumatera Barat)
Cerpen adalah sebuah karya sastra yang sangat unik. Mengapa disebut unik karena cerpen tidak sama dengan novel yang panjang, serta tidak sepuitis puisi, namun tetap memberikan kesan yang dalam bagi siapapun yang membacanya, terlebih tema sastra terkhusus cerpen sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Al-Ma`ruf (2010: 15) mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena dalam kehidupan dalam sosialnya. Selain itu, karya sastra juga merupakan hasil kreatif pengarang yang menuangkan tulisannya dalam bentuk cerita. Karya sastra merupakan hasil karya manusia. Keberadaan karya sastra menjadi penggambaran fenomena masyarakat. Suatu karya cnderung menampilkan cerita seputar kehidupan sehari-hari.
Di samping itu, Al-Ma`ruf (2010: 15) juga mengungkapakan bahwaa cerpen merupakan salah-sau genre sastra di samping novel, puisi dan drama. Cerpen adalah cerita atau rekaan (fiction), disebut juga teks (narrative text) atau wacana narasi (narrative discourse).
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan sebuah cerpen brjudul “Jangan Marahi Aku Ibu.” Karya Guswita.Cerpen ini sangat dekat dengan kehiduan sehari-hari yang bercerita tentang keluarga kecil Pak Ramlah dan Bu Sari dengan dua anak bernama Jeni dan Wili. Keluarga kecil ini akan pergi berpariwisata berkeliling Sumatera Barat bersama keluarga lainnya dengan menggunakan Bus Pariwisata, awalnya kegiatan liburan berjalan lancar dan keluarga ini bersenang-senag di tempat wisata sepeti pergi ke Danau Kembar dan Pasie Jambak,. Sampai akhirnya muncul konfliks yaitu Jeni menghilang.
Secara keseluruhan cerpen ni sangat lengkap baik dari segi unsur pembangun seperti tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang dan amanat. Serta bahasa yang digunakan juga dekat dengan kehidupan sehar-hari.
Pada awal penceritaan cerpen menggunakan sudut pandang orang ketiga seba tahu, namun di akhir cerita kita akan menyadari bahwa tokoh utama dalam novel ini sebenarnya Wili dengan sudut pandang orang pertama dengan menggunakan kata “Aku” dan hal ini akan sedikit membingungkan pembaca, namun ketika melihat judulnya kita akan menyadari bahwa judul “Maafkan Marahi Aku Ibu” berkaitan dengan tokoh Wili yang takut dimarahi oleh ibunya karena sang kakak, Jeni tiba-tiba hilang.
Bahasa yang digunakan dalam cerpen ini sangat sopan dan ringan saat dibaca, sehingga membuat pembaca mudah dalam menangkap maksud yang akan disampaikan oleh penulis, dengan melihat cerpen ini kita seakan disadarkan bahwa kegiatan sehari-hari yang sering kita lakukan, ternyata bisa menjadi sebuah karya sastra yang manarik dan juga manis. Hanya saja, cerpen ini terasa belum selesai dan sedikit menggantung karena cerita hanya sampai Jeni hilang, pembaca tidak tau apa yang terjadi pada tokoh Jeni selanjutnya, apakah dia ditemukan atau tidak? Hal ini tentunya bisa ditambah lagi oleh penulis.
Selain itu, cerpen ini akan lebih baik jika ditambahkan catatan kakinya, karena ada penggunaan bahasa daerah seperti “didiang” dan “singgang” karena tidak semua pembaca mengerti bahasa Minang. Serta perlu diperhatikan lagi penggunaan tanda baca seperti tanda titik, tanda titik digunakan sebelum tanda petik, hanya saja di dalam cerpen banyak ditemukan tanda titik ditulis setelah tanda petik.
Sangat menyenangkan membaca cerpen ini, ditunggu cerpen berkesan lainnya Ibu Guswita, terus semangat menulis. (*)
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan bagi penulis pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.